Keterkaitan UU ITE Pasal 27 dengan KUHP Pasal 310 dan Pasal 311
Pada Tanggal 28 Agustus 2014 Masyarakat Yogyakarta dikagetkan oleh sebuah status di social media Path yang berisi nada penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap Yogjakarta oleh Florence Sihombing, mahasiswa S2 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Kejadian itu bermula ketika Florence sedang mengantri mengisi bensin di SPBU Lempunyangan, saat itu Florence memotong antrean dan ditegur oleh anggota TNI yang sedang berjaga. Karena kesal kemudian Florence menumpahkan kekesalannya di social media path, ia berujar “Jogja miskin,tolol, miskin dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta, Bandung, jangan mau tingan di jogja”. Tak lama status itupun kemudian tersebar.
Keesokan harinya Florence meminta maaf kepada masyarakat Yogyakarta, namun dihari yang sama Florence diadukan masyarakat Yogyakarta ke Polda DIY. Kemudian pada tangal 30 Agustus 2014 status Florence menjadi Tersangka dan langsung ditahan.
Florence dijerat dengan pasal 27 ayat (3) Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang memuat tentang Penghinaan dan Pencemaran nama baik.
Pasal tentang pencemaran nama baik juga diatur dalam pasal 310 dan pasal 311 Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP), Kedua pasal ini cukup relevan. Seperti yang dikatakan oleh DR. Eva Achjani Zulfa (pakar Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia) bahwa tafsir Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Ini juga yang menjadi salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945.
Mahkamah Konstitusi menyimpulkan nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.
Pasal 27 ayat 3 UU ITE mempunyai 2 unsur, yaitu unsur obyektif dan subyektif. Unsur obyektifnya adalah perbuatan yang mana si pelaku tidak mempunyai hak seperti mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya, melawan hukum.Obyeknya adalah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Sedangkan unsur subyektifnya berupa kesalahan, yaitu yang ‘dengan sengaja’ sehingga ada pemenuhan kriteria pidana yang dilakukan oleh tersangka.
Pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik dapat diartikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum.
Dengan demikian kedua pasal tersebut bisa saling menguatkan satu sama lain dan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penegak hukum. Dan juga agar menjadi pelajaran bagi pengguna social media agar lebih berhati-hati dan lebih bijak dalam menggunakan social media.
Sumber: http://possore.com/2015/10/18/pasal-27-uu-ite-tidak-dapat-dipisahkan-dengan-pasal-310-kuhp/
http://m.viva.co.id/berita/nasional/533619-kronologi-kasus-hinaan-florence-hingga-berujung-bui
Kejadian itu bermula ketika Florence sedang mengantri mengisi bensin di SPBU Lempunyangan, saat itu Florence memotong antrean dan ditegur oleh anggota TNI yang sedang berjaga. Karena kesal kemudian Florence menumpahkan kekesalannya di social media path, ia berujar “Jogja miskin,tolol, miskin dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta, Bandung, jangan mau tingan di jogja”. Tak lama status itupun kemudian tersebar.
Keesokan harinya Florence meminta maaf kepada masyarakat Yogyakarta, namun dihari yang sama Florence diadukan masyarakat Yogyakarta ke Polda DIY. Kemudian pada tangal 30 Agustus 2014 status Florence menjadi Tersangka dan langsung ditahan.
Florence dijerat dengan pasal 27 ayat (3) Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang memuat tentang Penghinaan dan Pencemaran nama baik.
Pasal tentang pencemaran nama baik juga diatur dalam pasal 310 dan pasal 311 Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP), Kedua pasal ini cukup relevan. Seperti yang dikatakan oleh DR. Eva Achjani Zulfa (pakar Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia) bahwa tafsir Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Ini juga yang menjadi salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945.
Mahkamah Konstitusi menyimpulkan nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.
Pasal 27 ayat 3 UU ITE mempunyai 2 unsur, yaitu unsur obyektif dan subyektif. Unsur obyektifnya adalah perbuatan yang mana si pelaku tidak mempunyai hak seperti mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya, melawan hukum.Obyeknya adalah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Sedangkan unsur subyektifnya berupa kesalahan, yaitu yang ‘dengan sengaja’ sehingga ada pemenuhan kriteria pidana yang dilakukan oleh tersangka.
Pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik dapat diartikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum.
Dengan demikian kedua pasal tersebut bisa saling menguatkan satu sama lain dan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penegak hukum. Dan juga agar menjadi pelajaran bagi pengguna social media agar lebih berhati-hati dan lebih bijak dalam menggunakan social media.
Sumber: http://possore.com/2015/10/18/pasal-27-uu-ite-tidak-dapat-dipisahkan-dengan-pasal-310-kuhp/
http://m.viva.co.id/berita/nasional/533619-kronologi-kasus-hinaan-florence-hingga-berujung-bui
Komentar
Posting Komentar